Selasa, 30 Oktober 2007

Ocehan si-Bejo: "Bang Rhoma Oh Bang Rhoma"

"Siang-siang dari pada ngelamun dirumah, mending jalan ke Taman Bungkul ahh."

Biarpun panas terik, dan tanda waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB, Saya nekat aja berangkat ke taman yang jaraknya cuman satu kilometer dari rumah. Seperti biasa, atribut yang dibawa juga itu-itu aja. Kamera berlabel Olympus E-300 dan lensa manual 50mm yang setia nempel dibodi kamera.

"Greeengggg.........." Suara motor yang riuh menandakan Saya -ready to go- ke lokasi.

Kalau dilihat dari lamanya perjalanan, antara rumah Saya yang terletak dikawasan kumuh Bumiarjo (dekat dengan terminal Joyoboyo) menuju Bungkul, cuman memakan waktu kurang dari 10 menit. Itupun, sepeda motor cuman Saya pacu dengan kecepatan sekitar 50 km/jam. Slowly bute sure, kata orang.

"Wah Taman Bungkul dari hari ke hari kok ramai aja."

Terlihat puluhan sepeda motor berjejer. Tapi setelah diamati lebih detail, bukan hanya motor kelihatannya. Mobil-mobil juga berjajar rapi. Maklum, sekarang khan jam makan siang, jadi orang-orang kantoran yang tempat kerjanya deket ama Bungkul, lebih memilih makan disana. Selain buat nongkrong asik, menu yang ditawarkan juga beragam (ciee kayak iklan aja nih ngomongnya).

Begitu motor Saya parkir, kamera langsung dikeluarkan dari tasnya. Lumayanlah, jalan-jalan sekaligus melatih insting fotografi. Karena kalau pengen jadi seorang fotografer jurnalis yang handal, minimal Saya harus peka terhadap obyek. Nah, kepekaan itu harus senantiasa Saya asah lewat hunting.

Pas lima menit di area Bungkul, telinga Saya merasakan hal yang sedikit "aneh".

"Begadang Jangan Begadang," begitu bunyi yang muncul di speaker yang terpasang diarea Bungkul.

Sampai pada puncaknya, sudah sekitar satu jam-an Saya berada disana, nampaknya Bang Haji masih getol juga berdendang. "Shit! dimana nih kantor tempat pemutar musiknya," batin Saya. Bukannya anti musik dangdut, bukan juga anti ama Bang H. Rhoma, tapi operator musik nampaknya udah bener-bener keterlaluan. Sudah melupakan selera pasar yang kebetulan berada dilokasi.

Kalau dilihat dari pakaian para pengunjung Bungkul, muda-mudi yang wira-wiri bawa papan skateboard suka dengan musiknya Simple Plan, New Found Glory, atau mungkin Good Charlotte. Sementara yang agak dewasa dan berpakaian rapi jali, keliatannya pecinta Letto, Tompi, atau mungkin musik-musik yang sedikit beraroma Acid Jazz. Sementara Saya sendiri yang notabene juga penyiar (nggak kondang) disalah satu stasiun radio terkemuka di Surabaya, merupakan penikmat segala jenis musik easy listening.

Jadi kalau dilihat dari betapa heterogennya selera musik para pengunjung Taman Bungkul, seharusnya si-operator musik tidak hanya memutar Bang Rhoma kesayangannya. Oh Good, dua jam sudah Saya ngendon di Taman Bungkul, tapi si-operator nampaknya masih asik dengan selera pribadinya.

Ya...ya...ya...daripada emosi dan nggak jadi hunting karena memikirkan ke"egoisan" si-operator, Saya memilih untuk cabut dari taman kesayangan Saya ini. Wahai Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Surabaya, mengapa kau pilih operator orkes dangdut untuk menjaga Taman Bungkul.

Tidak ada komentar: