Rabu, 31 Oktober 2007

Ocehan si-Bejo: “Batukku Mahal Sekali”

Benar kata orang bijak: “Kesehatan itu mahal harganya”. Saya juga mengamini pendapat ini. Bahkan Saya masih ingat dengan cletukan seorang teman yang mengatakan, “ke dokter tuh bukan takut ama jarum suntik atau alat operasinya, yang bikin takut tuh, setelah diperiksa kita harus bayar berapa.”

Sudah seminggu ini Saya diserang batuk yang lumayan hebat. Bahkan kalau membaca riwayat kesehatan Saya, batuk kali ini bisa dikatankan luar biasa. Karena, obat umum yang dijual bebas, sudah Saya coba satu persatu. Mulai dari merk A sampai Z (…ya ampun banyak banget…), jamu, sampai makan kencur mentah. Bayangkan, kencur yang sudah diolah jadi jamu saja males minumnya, apalagi kencur yang masih mentah. Tapi demi sebuah kata: Kesehatan, mau nggak mau harus Saya makan, biar rasanya pahit minta ampun.

Tapi ternyata, batuk kali ini memang “beda”. Biar sudah dihajar dengan obat-obatan dan jamu-jamuan, nampaknya virus yang menempel ditenggorokan sudah mulai “kerasan” tinggal disana. Iya kalau yang nempel cewek cantik, pasti nyenengin. Tapi kali ini yang nempel virus. Virus yang tiap lima menit sekali selalu memaksa Saya mengeluarkan suara “uhuk…uhuk…uhuk”. Virus yang setiap pagi selalu memaksa Saya mengeluarkan makanan enak yang Saya makan kemarin malam.

Ortu juga bilang, “Batuk tuh nggak bisa disepelein. Kalau batuknya lama, bisa bikin badan kamu kurus.”

Melihat betapa bandelnya batuk Saya kali ini, akhirnya Saya memutuskan untuk berobat. Kepengennya sih berobat dipuskesmas aja biar murah. Tapi karena batuk “yang paling parah” menyerang pagi-pagi buta, mau nggak mau Saya harus berangkat ke rumah sakit terdekat yang terkenal mahal.

“Harus banyak minum air putih hangat, jangan lupa nanti saya kasi anti biotic, diminum sampai habis ya,” kata dokter cantik berwajah putih yang memeriksa Saya. Setelah diperiksa, dan diberi pengarahan ini itu, Saya dipersilahkan mengurus administrasi dikasir.

“Totalnya 170 ribu Rupiah,” kata petugas kasir.

Hah! Mahal sekali. Gila…hanya untuk batuk kacangan yang Saya derita beberapa hari ini, Saya harus mengeluarkan uang sebanyak itu. Luar biasa! Ini khan cuman batuk, bukan sakit A atau sakit B yang butuh penganan serius. Bukan sakit yang mengharuskan Saya berbaring ditempat tidur, badan panas, dan kalau makan harus disuapin.

“Ambil positifnya aja,” kata Ayah yang pagi itu mengantar Saya berobat.
“Betul,” pikir Saya dalam hati.

Kalau cuman batuk saja Saya harus mengeluarkan uang sebanyak itu, bagaimana kalau penyakit yang lain. Penyakit yang lebih parah dan mengharuskan Saya beristirahat berhari-hari. Untung Tuhan masih sayang dengan Saya. Masih peduli dengan Saya dan mengingatkan kelalaian diri ini dengan batuk. Coba kalau Tuhan mengingatkan Saya dengan cara lain yang lebih “parah” dari ini.

Lamunan Saya buyar. Saya keluarkan uang 170 ribu tanpa pikir panjang lagi dan langsung “ngeloyor” keluar rumah sakit. Sakit memang mahal. Tapi dengan sakit kita jadi paham, betapa berharganya kesehatan itu. Setidaknya Saya jadi tahu, betapa Tuhan masih memperhatikan kita.

Tidak ada komentar: