Kamis, 22 November 2007

[Basa-Basi]: Antara Cita-Cita, Usaha, Dan Takdir

Waktu kecil, saat ada orang yang bertanya, “kalo gede mau jadi apa?” Saya selalu dengan tegas menjawab: Insinyur. Pasalnya, tolak ukur kesuksesan seseorang dalam bekerja menurut kacamata orang tua, adalah menjadi Insinyur. Seperti babe-nya si-Doel anak sekolahan yang bangga sekali waktu anaknya lulus kuliah dan mendapat gelar “Tukang Insinyur”. Selain itu, tokoh-tokoh lama yang sukses dan menjadi besar, rata-rata bergelar Insinyur, sebut saja Presiden pertama kita Ir. Soekarno, dan mantan Presiden kita Prof. Dr. Ir. BJ. Habibie.

Cita-cita ini terus Saya bawa sampai menginjak dibangku SMP.
“Lho kok cuman sampai SMP aja mas?” tanya kawan yang berada disebelah Saya yang sedari tadi menyimak cerita Saya.
“Iya, pas duduk dibangku SMP, Saya mulai kenal musik.”
“Lho apa hubungannya musik dengan cita-cita Sampeyan jadi tukang Insinyur,” tanyanya lagi.
“Begini lho ceritanya….,” Saya mulai menarik napas panjang dan bersiap-siap untuk kembali mendongeng.

Sejak Saya mengenal musik, mulai berkenalan dengan lagu-lagu rock band mancanegara, sampai jatuh cinta dengan alat musik yang bernama gitar, cita-cita Saya mulai beralih: “Saya ingin jadi musisi”. Mulai dari sinilah, motivasi belajar Saya yang menggebu-gebu mulai luntur, berganti dengan motivasi Saya yang berapi-api untuk mempelajari teknik dan skill permainan gitar. Tentu saja orang tua menentang keras cita-cita Saya ini. Orang tua mana sih yang rela anaknya menjadi “pengamen”. Sekalipun manggungnya dari café satu ke café lain, sampai dari panggung ke panggung, tetap saja orang tua Saya menyebutnya mengamen.

Cita-cita Saya menjadi musisi ini berakhir, manakala kemampuan Saya dalam bermain gitar tidak berkembang sama sekali, sampai Saya akan menjadi mahasiswa. Nah, dari sekelumit pengalaman pribadi ini, membuktikan bahwa terkadang apa yang kita cita-citakan tidak selalu sesuai dengan harapan meski kita berusaha maksimal. Motivasi besar-pun juga tidak akan menjamin, apa yang kita cita-citakan akan tercapai. Seperti kata orang bijak, “keberhasilanmu itu berasal dari 50 persen usaha yang sudah kamu lakukan, dan 50 persen keberuntungan yang kamu miliki.”

Artinya, sekeras apapun usaha yang kita lakukan, jika Tuhan berkehendak lain, siapa yang bisa mencegah.
“Ya jelas lah mas, sapa yang bisa menentang kuasa Tuhan? Tapi kalau semua orang berprinsip seperti Sampeyan, banyak orang males dong,” kata kawan Saya tadi.
“Salah,” jawab Saya tegas.

Kalau orang malas, dia hanya bermimpi dan berharap keberuntungan menghampirinya untuk mewujudkan keinginannya. Sementara kalau Saya, sudah berusaha mati-matian untuk mewujudkan cita-cita, tapi ada saja halangan yang muncul. “Saya sudah berusaha, namun keberuntungan tidak berpihak.”
“Itu namanya takdir, udah terima aja mas. Lagian kalau dilihat dari potongan fisik, Sampeyan nggak ada keren-kerennya sama sekali, nggak ada pantes-pantesnya jadi gitaris. Jelas saja Tuhan tidak memberi Sampeyan jalan kesana,” kawan Saya yang jelek tadi tiba-tiba berkomentar pedas kepada Saya sambil kemudian berlalu pergi meninggalkan Saya.

Tidak ada komentar: