Senin, 19 November 2007

[Basa-Basi]: Semangat!

Ketika melihat peserta Gerak-Jalan Mojokerto-Suroboyo melintas didepan mata Saya, tiba-tiba muncul perasaan haru. Hati Saya bergetar, bahkan tanpa sengaja air mata Saya menetes. Ini bukan soal perasaan Saya yang cengeng, bukan juga soal sisi melankolis. Tapi, ini adalah air mata penghormatan. Air mata yang Saya dedikasikan untuk sebuah kata: Semangat!

Melintas tepat dihadapan Saya, seorang ayah berusia sekitar 50 tahun-an, dan seorang anak ABG yang Saya taksir baru berumur 20-an. Mereka berjalan beriringan, sebagai peserta perorangan event Gerak-Jalan ini. Meski langkah mereka seirama, tapi melihat raut muka pasangan ini, nampaknya rasa capek sudah hinggap dikaki mereka. Si-anak berjalan terseok-seok, sementara si-ayah mulutnya sudah buka tutup seperti mulut ikan, yang artinya napas sudah tinggal setengah paru-paru. Namun, kondisi ini tidak membuat mereka berhenti, tapi justru membuat mereka semakin semangat. Pasalnya, Tugu Pahlawan sebagai titk finish tinggal beberapa ratus langkah lagi.

Belum habis rasa kagum Saya terhadap pasangan bapak-anak tersebut, kemudian muncul sosok unik lain yang menyita perhatian Saya. Kali ini seorang kakek, yang mengaku berusia 70 tahun-an. Unik karena dari cara berpakaian, kakek ini tampil seperti seorang pejuang yang lengkap dengan atribut-atributnya. Dibagian atas, kakek ini memakai ikat kepala bermotifkan bendera Indonesia. Bajunya berwarna coklat seperti seragam pramuka, dengan beberapa emblem. Bercelana panjang dengan warna yang sama dengan atasan, kakek ini juga memakai sepatu tentara. Meski usianya hampir se-abad, tapi langkahnya tidak terlihat gontai. Bahkan ketika Saya mengeluarkan kamera untuk memotret beliau, tiba-tiba tangannya diangkat disamping kepala membuat gerakan hormat.

“Sudah berapa kali istirahat pak?” tanya Saya.
“Baru dua kali,” jawabnya singkat.
“Dua kali? Gila…!!!” batin Saya dalam hati.

Gila, karena Gerak-Jalan Mojokerto-Suroboyo ini menempuh jarak yang panjang, sekitar 55 km. Seperti namanya, tidak ada elemen lain yang mendukung perjalanan peserta selain kaki mereka. Saya cuman bisa bergumam: “Semangat mereka luar biasa.” Semangat yang muncul bukan saja karena uang yang menjadi hadiah bagi pemenangnya, tapi semangat ingin menyelesaikan tugas, semangat kebersamaan ikut meramaikan event tahunan, dan semangat-semangat lainya.

Saya selalu iri dengan mereka yang memiliki semangat tinggi. Karena meski bukan orang yang pesismis, tapi Saya juga bukan orang yang memiliki semangat tinggi. Bahkan seringnya, semangat Saya padam ditengah jalan. Dulu Saya berkeinginan menurunkan berat badan, karena memang terlihat kedodoran. Dengan tinggi 168 cm, tentu berat badan Saya yang mencapai 66 kg sangat over-weight. Karena berat ideal secara teori: tinggi dikurangi 110, maka berat badan Saya seharusnya 168 - 110 = 58 kg.

Dengan bermodalkan semangat, Saya memutuskan untuk melakukan sit-up 20x3 dalam sehari. 20 dipagi hari, siang, dan menjelang tidur. Hari pertama, sukses tanpa hambatan. Hari kedua, sama dengan hari pertama. Hari ketiga, Saya mulai merasakan sakit disekitar perut. Selain itu, karena rutinitas pekerjaan yang tidak beraturan, membuat Saya kadang-kadang males pas dipagi hari, semangat disiang hari. Kadang semangat dipagi hari, tapi malemnya males-malesan. Dan seperti biasa, ending dari program pengecilan perut ini: Gagal Total. Dan lagi-lagi pemicunya adalah persoalan semangat yang luntur ditengah jalan.

Dulu Saya juga berkeinginan menjadi seorang pegawai pemerintahan, seperti PNS, Polisi, atau TNI. Asumsi Saya, dengan menjadi pegawai pemerintahan, masa depan Saya terjamin oleh dana pensiun. Paling tidak, setelah Saya mati keluarga tidak terlantar karena dana pensiun masih bisa menghidupi mereka kelak. Dengan bermodalkan pemikiran ini, Saya mulai hunting lowongan pekerjaan yang berkaitan dengan pemerintahan. Mulai dari buka website universitas-universitas terkemuka, ikut milis lowongan, sampai tanya-tanya ke teman. Tapi, begitu Saya melihat syarat-syarat yang tercantum, seperti: lowongan ditulis tangan, menyertakan ijasah mulai SD sampai kuliah, mengurus kartu kuning di Dinas Tenaga Kerja, hingga meminta surat sehat dari dokter, membuat Saya mulai patah arang. Apalagi kalau lowongannya harus dibuat rangkap tiga-lah, rangkap empat-lah. Bayangkan, berapa dana yang harus Saya keluarkan untuk pengurusan ini itu. Belum lagi tenaga yang Saya keluarkan untuk pergi ke kantor A, B, C, sampai Z. Huh, capek tau..!!!

“Diterima aja belum, udah disiksa dengan syarat-syarat bejibun yang tentu saja menyusahkan Saya.”
“Lho mas, kalau Sampeyan keberatan, ya nggak usah ngelamar tho, gitu aja kok repot,” kata kawan Saya yang mirip nobita berkomentar.
“Tapi khan…hmm, iya juga sich,” kata Saya manggut-manggut sambil membenarkan perkataan si-nobita.

Tapi itulah Saya, semangat membara diawal-awal dan selalu padam ditengah jalan. Harusnya Saya bisa meniru apa yang dilakukan oleh para peserta Gerak-Jalan ini. Biar jarak tempuh perjalanan mereka jauuuuhnya minta ampun, pantang berhenti ditengah jalan, kecuali pingsan!

“Ya jelas lah mas, emang orang pingsan bisa jalan sendiri? Aneh-aneh aja Sampeyan ini,” celetuk si-nobita tiba-tiba.
“Hus diem, nyolot aja nih dari tadi,” bentak Saya.

Sesuai ajaran agama, kalau manusia itu wajib berdoa dan berusaha, maka Saya-pun wajib berusaha dengan semangat tanpa ada perasaan setangah-setengah. Terima kasih peserta Gerak-Jalan, Langkah-langkahmu sejauh 55 km telah menjadi inspirasi bagi mereka yang bisa memetik hikmahnya.. Insipirasi bagi siapa saja, untuk selalu mengobarkan semangat, pantang berhenti ditengah jalan!

“Wah mas, mikir dikit dong Sampeyan. Kalau pesertanya berhenti ditengah jalan, kapan nyampenya…? Cape’deh,” kata si-nobita nyahut sambil membuat gerakan tangan diatas jidat.

Tidak ada komentar: