Selasa, 13 November 2007

[Basa-Basi]: Semut

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, semut dulu menjadi favorit Saya. Bayangkan, dengan bentuk tubuhnya yang supermini, semut memiliki kekuatan yang luar biasa besar. Kadang kalau Saya lagi iseng, Saya sering memperhatikan tingkah polah mereka. Takjubnya luar biasa, saat Saya berhasil menemukan seekor semut yang berhasil mengangkut benda besar yang ukurannya jauh lebih besar dari bodinya. “Wah-wah-wah, kalau saja ada orang yang kekuatannya seperti semut di Indonesia, tiap ada kompetisi angkat besi, kita pasti menang.”

Hal lain yang bikin Saya geleng-geleng kepala, semut ini bisa disebut ikon gotong-royong dimuka bumi ini. Bayangkan, kalau semut lagi jalan, teraturnya minta ampun. Jarang Saya melihat ada semut yang main serobot anggota didepannya. Beda sekali dengan kelakuan Saya, yang kalau ngelihat antrian dikit waktu nonton konser, udah celingak-celinguk nyariin mas-mas yang jadi calo tiket. Kalau ada kesempatan curang dikit aja, langsung serobot sana-serobot sini. Jujur aja, pas sudah berhasil nyerobot rasanya gimana gitu. Puasnya nggak ketulungan. Hehehe…!

Sikap positif lain yang Saya dapatkan dari semut, adalah keramahannya. Coba deh kita perhatikan lebih teliti waktu semut lagi jalan. Terutama waktu semut berpapasan satu sama lain. Pasti deh saling tegur-sapa. Kepala semut satu dengan yang satunya lagi ditempelkan. Mirip orang ciuman, tapi lebih kearah menyapa. Saya sampai kagum nggak ketulungan ngeliatnya. Bayangkan kalau saya jadi semut trus harus ketemu dengan 1000 semut lainya, ya ampun…cape’deh harus nyapa atu-atu. Tapi sikap ini memang harus diapresiasi, nggak seperti Saya yang sombong dan suka pura-pura nggak tau kalau ketemu orang. Kadang-kadang malah berharap disapa duluan, padahal siapa Saya gitu loh. Malah kalau yang kebetulan nyapa adalah orang yang nggak diharapkan, Saya malah pura-pura nggak denger. Jahat ya! Dasar Saya ini memang pria ganteng berkelakuan setan.

Sekian dulu kebaikan-kebaikan yang Saya utarakan tentang makhluk mini berwarna hitam dengan jumlah kaki enam ini. Cukup sudah! Karena Saya sedang marah.

“Lho kok marah-marah? Bukannya barusan sampeyan muji-muji semut?” kata kawan Saya tiba-tiba nyletuk. “Busyet, nggak ada angin, nggak ada hujan, nyaut aja nih orang,” jawab Saya dengan nada tinggi.

Jadi begini ceritanya. Dalam beberapa hari terakhir ini, Saya dibuat dongkol ama kelakuannya semut. Sudah Saya puji-puji, Saya kagumi, eh mungkin karena si-semut ini sayang sama Saya, jadinya mereka pengen deket-deket terus. Sampai-sampai kedekatan mereka melebihi batas dan etika, seperti naik-naik ke tempat tidur, dan asik jalan-jalan ke gantungan baju. Puncaknya, mereka dengan seenaknya gigitin tangan, badan, sampai telinga Saya. Duh, kurang ajar banget nih binatang. Dasar anjing! Eh salah, semut!!!

Seperti biasa, kalau sudah emosi, kelakuan jahat Saya yang seperti setan keluar. Cepet-cepet, Saya beli kapur anti serangga, trus dengan membabi-buta Saya serang makhluk mini ini tanpa ampun. Saya coret sana, coret sini, kalau kebetulan masih ada yang telihat melarikan diri, langsung deh tangan Saya reflek bergerak, “Plakkk…! Mampus loe!

Setelah puas, membinasakan kawanan perusuh didalam kamar ini, Saya yang kecapekan akhirnya terkulai lemas diatas kasur.

“Lho kok kecapekan? Khan sampeyan cuman ngusir semut,” tiba-tiba kawan Saya yang tadi nyletuk lagi.
“Emang kalau ngusir semut nggak boleh capek? Khan tadi sekalian bersih-bersih kamar, gimana sih? Jawab Saya dongkol.

Beberapa menit kemudian Saya terlelap, benar-benar ketiduran. Sejurus kemudian Saya terbangun dalam posisi terikat. Disekeliling, Saya melihat banyak sekali semut-semut yang ukurannya sepuluh kali lebih besar dari badan Saya. Dan dari ekspresi yang Saya lihat, mereka tampak sangat lapar dan berniat memakan Saya. “Oh God, dimana ini? Kenapa tubuh Saya kecil sekali? Kenapa Saya dalam keadaaan terikat?” pertanyaan demi pertanyaan tidak henti-hentinya Saya ucapkan. Belum sempat menemukan jawaban, tiba-tiba seekor semut berbadan tegap yang sedari-tadi berada dibarisan depan, mulai membuka mulut. “Gila, taringnya tajam sekali.”

Semut ini memiliki mata berwarna merah menyala, mulutnya buka-tutup seperti gunting rumput dirumah Saya. Selain itu, disela-sela mulutnya menetes cairan berwarna putih yang kalau menyentuh tanah bisa mengeluarkan asap. Saya benar-benar menangis, terkulai tak berdaya dibalik tali yang mengikat badan Saya dengan rapat. “Mati kamu!!!” dengan suara menggelar tiba-tiba semut besar itu bersuara. “Tidaaaaakkkk…” Saya berteriak sekencang-kencangnya.

“Gdubrakkk…” Saya terjatuh dari tempat tidur. Komat-kamit mulut Saya berdoa mengucap syukur kehadiratNya. “Untung cuman mimpi.” Betapa mengerikannya mimpi itu, sampai-sampai kaos yang Saya pakai basah kuyup. Mungkin karena ketakutan setengah mati, keringat dingin keluar tidak terkendali.

Sesaat setelah diri Saya tenang, Saya kembali merenung: “Mungkin arwah ribuan semut yang Saya bunuh tadi masih gentayangan dikamar ini. Mereka protes, kenapa Saya mengusir dengan cara yang kasar, meracun dengan kapur anti serangga. Bahkan saat masih belum puas, Saya masih memukuli mereka dengan tangan Saya yang besar.”

Saya telah berdosa. Saya memikirkan, betapa menjeritnya mereka saat Saya dengan beringas mencorat-coret tembok kamar dengan kapur anti serangga. Pasti semut-semut itu ketakutan, menangis, dan ingin sekali memaki-maki Saya. Dan seandainya bisa, mereka pasti telah melancarkan gelombang demonstrasi besar-besaran dikamar Saya. Kesadaran Saya untuk menghargai sesama makhluk ciptaan Tuhan mencul, dan berjanji tidak akan bertindak otoriter terhadap makhluk-makhluk mini yang berkeliaran didalam kamar.

Tapi tiba-tiba…”Plaakkk!!!”

Tanpa sengaja tangan Saya telah menewaskan seekornya nyamuk yang sedang enak-enaknya menikmati darah segar dari kaki Saya.

Tidak ada komentar: